Selasa, 28 Februari 2012

Kejujuran Membawa Keberuntungan


Di suatu sore hari yang cerah, ketika saya hendak melaksanakan sholat Ashar di mesjid sebelah rumah, datanglah seorang pedagang baso pikul yang mengatakan bahwa dia baru saja menemukan sebuah dompet kulit berwarna merah yang berisi uang Rp.75.000,- dan surat-surat pribadi. Lalu dengan ringan hati ia menyerahkan dompet tersebut kepada saya, dan berkata: “Dompet ini saya serahkan kepada pak haji untuk disimpan sampai ada orang yang punyanya mengambil………”.

Pada akhir pembicaraannya ia mengatakan bahwa walaupun ia seorang berpenghasilan kecil dan sangat membutuhkan uang, tapi ia tidak tertarik untuk mengambil isi dompet tersebut dengan alasan bahwa dompet tersebut bukan milik dia dan kasihan yang punya pasti sedang dalam kesusahan. Setelah berkata begitu lalu ia pergi melanjutkan berdagang. Memang betul setelah kurang lebih limabelas menit berlalu datanglah seorang pemuda mencari-cari sesuatu di kamar wudhu mesjid. Ternyata pemuda itu orang yang kehilangan dompet tersebut. Setelah ditanya apa yang dia cari, ia menjawab bahwa ia mencari dompet yang hilang. Menurut pemuda tersebut ia telah mencari dompet kesana kemari dan kemudian baru teringat kemungkinan tertinggal di toilet mesjid. Setelah berterima kasih ia pun melanjutkan perjalanannya.

Kisah di atas adalah gambaran seorang mukmin yang sangat baik. Isinya menceriterakan tentang seorang manusia dari kelompok ekonomi lemah yang mempunyai hati yang baik. Menurut saya, orang tersebut mempunyai perilaku baik yang didorong dari kesadaran beragama (religious consciousness) yang baik. Orang yang berperilaku demikian biasanya hanya ada dalam kisah para nabi, rasul dan orang-orang yang hidup di zaman baheula. Betapa indahnya dan beruntungnya orang yang mempunyai hati yang sangat mulia seperti itu. Sebab makin jarang orang seperti dia kita temukan pada zaman sekarang terutama dalam saat ekonomi susah seperti ini.

Kisah tadi menggambarkan seorang manusia yang berhati jujur. Walaupun ia berpenghasilan kecil tetapi berjiwa sangat besar. Walaupun dia miskin harta tetapi sangat kaya akhlak dan etika. Dia orang yang tahu membedakan mana milik sendiri dan mana milik orang lain. Dialah manusia yang mempunyai hati hidup yang bisa dipakai untuk bertanya ketika ia susah dan bisa menegur ketika ia akan melakukan tindakan yang tidak jujur. Hati nurani yang baik seperti itu tidak datang begitu saja melainkan perlu pelatihan dan pengkondisian yang baik.

Orang yang mampu mengalahkan dorongan hawa nafsunya untuk memiliki harta orang lain walaupun dalam keadaan sangat membutuhkan, berarti ia telah berhasil memenangkan peperangan yang sangat besar, peperangan mengalahkan dorongan hawa nafsu yang selalu menyuruh untuk berbuat keburukan. Pada akhirnya orang tersebut akan mempunyai kesadaran tinggi bahwa walaupun tidak ada orang lain yang menyaksikan dirinya berbuat keburukan atau maksiyat, tetapi hatinya sangat yakin bahwa Allah ada dan sangat tahu tentang peristiwa itu. Manusia itu bisa bersembunyi dari penglihatan sesama manusia tetapi ia tidak akan bisa bersembunyi dari penglihatan Allah Yang Maha Melihat.

Pada zaman yang tidak stabil seperti sekarang ini kita dapat menyaksikan, banyak orang yang pintar akalnya tetapi bodoh kalbunya, banyak yang kaya hartanya tetapi miskin jiwanya. Tidak sedikit orang yang terpandang kedudukannya tetapi hilang kejujurannya, dan makin bertambah pengkhianatannya. Banyak orang yang sengaja melenyapkan kebaikannya dan berlomba menambah keburukannya. Manusia sekarang sudah langka menghargai orang lain karena kemuliaan akhlaknya, tetapi makin bertambah banyak orang yang menghargai manusia karena tinggi pangkat, kedudukan dan banyaknya perhiasan dunia. Dengan dasar tersebut maka tidak aneh kalau di zaman sekarang lebih banyak manusia yang berlomba menumpuk harta dan mengejar kedudukan walaupun dengan jalan yang tidak baik. Mereka tidak memperdulikan lagi halal atau haram, boleh atau tidak boleh, sehingga mereka tidak mau tahu lagi mana hak dirinya dan mana hak orang lain.

Padahal Allah SWT dan Rasul-Nya telah mengajarkan kepada manusia untuk selalu berbuat jujur dan berhati mulia. Allah telah berfirman dalam al-qur’an surat al-Baqoroh ayat 42:

ولا تلبسوا الحق بالبطل وتكتموا الحق وأنتم تعلمون
artinya:
“Jangan kau campur adukan yang haq dengan yang bathil dan jangan kamu sembunyikan kebenaran itu, padahal engkau mengetahuinya”,
dan Rosul-Allah SAW telah bersabda
”hendaklah engkau selalu berhati jujur, sebab jujur akan menyebabkan engkau selalu berada dalam kebaikan dan kebaikan akan menuntun engkau masuk ke dalam surga”.

Oleh karena itu, tausiyah di antara kita sekarang adalah anjuran untuk selalu memelihara nilai-nilai kejujuran dalam diri kita melalui pemeliharaan qolbu dan budi pekerti masing-masing kita. Lalu ajarkanlah nilai-nilai kejujuran itu kepada anak-anak kita sejak mereka masih balita. Hargailah anak-anak kita apabila mereka berbuat jujur dan berilah teguran dan pengertian apabila mereka berbuat bohong dan berhianat. Sebab kejujuran itu suatu barang yang sangat berharga dan susah didapat, kalau dipelihara dengan baik akan membawa kita hidup berbahagia di dunia dan di alam baqa. Sebaliknya kalau tidak dipelihara dengan baik akan hilang kejujuran dari diri kita dan akan mengakibatkan kesengsaraan dunia dan akherat.

Jangan percaya kepada omongan yang beredar di jalanan yang banyak dikatakan oleh orang yang tidak berakhlaq baik, mereka mengatakan bahwa “siapa yang jujur pasti ancur” atau siapa yang jujur pasti di kubur. Tetapi percayalah dengan sepenuh hati dari perkataan orang bijak bahwa “orang jujur itu pasti mujur”. Atau orang jujur pasti makmur. Memang mungkin pada awalnya orang yang curang itu beruntung, hidupnya seperti serba mudah, bro di juru bro di panto ngalayah di tengah imah, tetapi lihatlah di akhir perjalanan hidupnya keuntungan mereka tidaklah lama, kegembiraan berganti kesusahan, kesejahteraan berganti dengan tangisan, kemulyaan berganti kehinaan.

Sedangkan orang jujur pada mulanya tidak begitu mujur tetapi pada akhirnya ia tetap bahagia yang sangat abadi, kemulyaan yang tiada berhenti di dunia terus berlanjut ke akhirat nanti.

Hubungan hati dengan perilaku seseorang adalah hubungan timbal balik, yang satu mempengaruhi yang lain. Hati mempola terhadap tingkah laku begitu pula sebaliknya tingkah laku akan memberi akibat kepada hati. Hati yang baik akan menjadi pedoman perilaku seseorang sehingga menjadi baik, perilaku yang baik akan mengkondisikan hati menjadi baik. Begitu pula hati yang tidak baik mendorong seseorang untuk berperilaku tidak baik dan perilaku yang buruk akan menyebabkan hati rusak. Karena setiap perilaku buruk dikerjakan akan menyebabkan hati bergetar tidak teratur dan kalau keadaan tersebut terus menerus akan mengakibatkan keadaan hati menjadi buruk. Sabda Rosulullah SAW “ perilaku dosa yang menyebabkan berdebarnya hati”
Yang jelas ketidak jujuran akan menyebabkan kerusakan hati, dan kalau dibiarkan akan menyebabkan hati itu rusak parah, padahal hati itu inti dari kehidupan kalu hatinya baik maka semua kehidupan itu akan baik, sebaliknya kalau hati tidak baik maka semua kehidupan itu akan tidak baik. Ada dua cara agar kita selalu hidup jujur dan hati kita terhindar dari kerusakan; yang pertama adalah hendaknya sering membaca al-Qur’an dengan membaca alqur’an kita selalu diingatkan bahwa ketidak jujuran itu dilarang. Yang kedua, hendaknya selalu mengingat bahwa manusia akan mati. Dengan mengingat mati maka manusia menyadari bahwa hidup itu tidak lama, dan dengan mengingat mati manusia menyadari bahwa dirinya sedang menunggu pulang kehadirat Illahi.

Kedasaran menunggu pulang inilah yang mengingatkan kita berhati-hati dalam hidup dan berusaha membawa bekal amal sholeh sebanyak- banyaknya dan se bagus-bagusnya agar dikampung halaman nanti tempat kita menetap memperoleh kebahagiaan yang abadi yang tiada terputus.

Tiada kebahagiaan yang abadi kecuali kebahagiaan orang jurur di surga kelak, dan tiada kesengsaraan yang abadi kecuali kesengsaraan orang yang tidak jujur di neraka kelak. Kepada Allah Kita berlindung dan kepada Allahlah kita semua menyerahkan diri